Pengumuman baru-baru ini oleh pemerintah Tiongkok mengenai pengaktifan peraturan bagi Penjaga Pantai Tiongkok untuk menggunakan kekuatan bersenjata terhadap kapal asing yang menolak meninggalkan perairan Tiongkok telah memicu kekhawatiran dan perdebatan internasional. Langkah ini menyoroti meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan dan ketegasan Tiongkok dalam menegaskan klaim teritorialnya. Undang-undang tersebut, yang dikeluarkan pada tahun 2021, mengizinkan Penjaga Pantai untuk menembaki kapal asing, menghancurkan bangunan yang dibangun oleh negara lain di terumbu karang yang diklaim, dan memeriksa kapal asing di wilayah yang dianggap Tiongkok sebagai perairannya. Sikap agresif ini telah menimbulkan konfrontasi, seperti insiden baru-baru ini yang melibatkan kapal pemasok Filipina yang dituduh mendekati kapal patroli Tiongkok secara tidak profesional, sehingga mengakibatkan tabrakan pada tanggal 17 Juni.
Klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan berakar pada persepsi hak historisnya, peta Sembilan Garis Putus-putus, dan keinginannya untuk menegaskan dominasi regional. Tokoh-tokoh penting seperti Presiden Xi Jinping telah memperjuangkan gagasan “Jalur Sutra Maritim” dan “peremajaan nasional”, yang memposisikan Tiongkok sebagai kekuatan global. Ketegasan tersebut tercermin dari tindakan Penjaga Pantai China yang kini memiliki kewenangan untuk menggunakan kekerasan terhadap kapal asing. Langkah ini dipandang sebagai cara Tiongkok untuk memperkuat kendalinya atas wilayah yang disengketakan dan menegaskan dominasinya di wilayah tersebut.
Dampak peraturan baru Tiongkok terhadap Penjaga Pantai Tiongkok sangat besar. Penggunaan kekuatan bersenjata terhadap kapal asing meningkatkan risiko eskalasi dan konflik di Laut Cina Selatan, jalur perairan strategis utama bagi perdagangan global. Negara-negara seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, dan Malaysia, yang memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok di wilayah tersebut, kemungkinan besar akan terkena dampak dari perkembangan ini. Potensi kesalahan perhitungan dan konsekuensi yang tidak diinginkan sangatlah besar, mengingat kompleksitas dinamika geopolitik yang terjadi.
Tiongkok berpendapat bahwa tindakannya diperlukan untuk melindungi kedaulatan dan integritas wilayahnya. Pemerintah Tiongkok berpendapat bahwa peraturan baru ini sejalan dengan hukum internasional dan merupakan respons terhadap provokasi dari negara lain di kawasan. Para pendukung sikap Tiongkok berpendapat bahwa negara tersebut mempunyai hak untuk membela kepentingannya dan menegaskan klaimnya di Laut Cina Selatan, yang diyakini memiliki hak historis.
Ada juga aspek negatif yang perlu dipertimbangkan. Kritikus berpendapat bahwa sikap agresif Tiongkok di Laut Cina Selatan berisiko mengganggu stabilitas kawasan dan merusak prinsip kebebasan navigasi dan penyelesaian sengketa secara damai. Penggunaan kekuatan bersenjata oleh Penjaga Pantai Tiongkok terhadap kapal asing dipandang sebagai pelanggaran hukum internasional dan ancaman terhadap stabilitas regional. Potensi konflik dan meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan menjadi kekhawatiran masyarakat internasional.
Pemberlakuan peraturan yang memperbolehkan Penjaga Pantai Tiongkok menggunakan kekuatan bersenjata terhadap kapal asing di Laut Cina Selatan merupakan perkembangan signifikan yang mempunyai implikasi luas. Konteks sejarah, tokoh-tokoh kunci, dampak, dan perspektif seputar isu ini memberikan gambaran kompleks mengenai tantangan dan risiko yang ada. Penting bagi semua pihak yang terlibat untuk menahan diri, menegakkan hukum internasional, dan mencari solusi damai untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dan menjamin stabilitas di kawasan.